KabarHangat.com – Isu yang ramai di media sosial menyebutkan bahwa UNHCR Minta Pulau di Indonesia untuk pengungsi Rohingya telah tersebar luas di berbagai platform, terutama di TikTok dan X (sebelumnya Twitter).
Namun, benarkah UNHCR benar-benar meminta pulau di Indonesia untuk Rohingya? Awal mula isu terkait United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) meminta pulau di Indonesia muncul karena kekhawatiran warganet terhadap terus meningkatnya gelombang pengungsi Rohingya ke Aceh.
Setelahnya, beberapa akun di TikTok dan X mulai mengunggah konten yang menyatakan bahwa UNHCR Minta Pulau kosong untuk ditempati oleh pengungsi Rohingya. Sebagai contoh, pengguna akun TikTok @Adi.syahreza menyebut bahwa Rohingya sedang melakukan invasi halus dengan dalih sebagai pengungsi.
“Dengan dalih mengungsi, Rohingya seakan-akan menjajah Indonesia. Bahkan ketua UNHCR minta pulau kosong untuk pengungsian.
Seiring berjalannya waktu, diperkirakan akan ada lebih banyak pengungsi yang datang dan meminta tempat yang lebih besar,” ungkapnya dalam unggahan di TikTok pada Rabu (6/12/2023). Pesan serupa juga diunggah oleh pengguna akun X @Mooncalfdung.
Dalam unggahannya yang viral di X, pengguna tersebut menyatakan bahwa sikap UNHCR dianggap keterlaluan karena meminta pulau untuk Rohingya. “Sikap UNHCR minta pulau kosong ini benar-benar berlebihan. Mereka dengan sangat mudahnya meminta satu pulau kosong untuk pengungsi Rohingya. Maaf ya, dulu Israel juga awalnya meminta satu tempat dan akhirnya menjajah Palestina,” ujar pengguna tersebut melalui unggahan di X.
Daftar Isi
Kabarnya UNHCR Minta Pulau di Indonesia Untuk Rohingya?
Pengguna akun @Mooncalfdung, yang awalnya menyebarluaskan isu tentang UNHCR Minta Pulau kosong, telah mengklarifikasi pernyataannya. @Mooncalfdung menyatakan bahwa yang mengusulkan agar pengungsi Rohingya ditempatkan di pulau kosong bukan UNHCR, melainkan anggota DPR RI Ahmad Sahroni.
Sebelumnya, Ahmad Sahroni telah mengusulkan ide tersebut dalam rapat Komisi III DPR RI, di mana ia menyarankan untuk segera memindahkan pengungsi Rohingya ke pulau yang masih kosong di Nusantara. Pernyataannya tersebut disampaikan pada tanggal 21 November 2023 dengan alasan menghindari potensi penyebaran penyakit ketika situasi menjadi ramai.
Sementara itu, UNHCR baru-baru ini mengonfirmasi bahwa pengungsi Rohingya tidak memiliki niat untuk mengeksploitasi Indonesia. Juru bicara UNHCR Indonesia, Mitra Salima, menyatakan hal ini dalam sebuah pernyataan tertulis. Mitra menjelaskan bahwa pengungsi Rohingya datang ke Indonesia karena tidak memiliki alternatif lain di tengah kasus genosida yang mereka alami.
Mitra Salima menegaskan bahwa Indonesia memiliki kewajiban untuk memberikan perlindungan kepada para pengungsi sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945 dan Peraturan Presiden Nomor 125 tahun 2016. Saat ini, UNHCR berupaya berkoordinasi dengan pihak berwenang untuk memastikan pemenuhan hak-hak pengungsi dan memastikan kehidupan mereka dengan martabat.
Lebih lanjut, Mitra Salima menyatakan bahwa banyak pengungsi Rohingya berharap dapat kembali ke Myanmar jika situasinya memungkinkan. Hal ini diketahui dari pengakuan para pengungsi kepada UNHCR, yang menunjukkan keinginan mereka untuk pulang ke tanah air mereka apabila kondisi di Myanmar memungkinkan.
Apakah Rohingya Akan Ditempatkan di Pulau?
Penolakan terhadap kedatangan pengungsi Rohingya memunculkan respons negatif dari berbagai sektor. Tidak hanya warga Aceh yang menolak, namun juga berbagai organisasi massa dan pemerintah daerah turut mengekspresikan penolakan tersebut.
Baru-baru ini, Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) dan Pemerintah Kota Sabang menyuarakan permintaan kepada UNHCR agar segera memindahkan pengungsi ke lokasi lain. Permintaan ini disampaikan sebagai respons atas penolakan keras dari masyarakat Sabang setelah 139 pengungsi Rohingya tiba di wilayah tersebut.
Keberadaan mereka dilaporkan setelah mendarat di Pantai Tapak Gajah, Gampong Ie Meulee, Kecamatan Sukajaya, Kota Sabang, pada tanggal 1 Desember 2023.
Ady Akmal Shiddiq, Kepala Bagian Protokol dan Komunikasi Pimpinan (Prokopim) Setda Kota Sabang, menyatakan, “Dalam menghadapi penolakan dari masyarakat terhadap kehadiran pengungsi Rohingya, kami berupaya mencegah terjadinya situasi yang di luar kendali. Oleh karena itu, kami mengusulkan agar UNHCR segera memindahkan mereka ke lokasi yang sudah ditentukan sebelumnya.”
Masih pada hari yang sama, muncul saran untuk memindahkan pengungsi Rohingya ke pulau yang belum berpenghuni dari pemerintah pusat. Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin mengemukakan gagasan ini dengan menyebut bahwa pengungsi Rohingya dapat ditempatkan di Pulau Galang, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau.
Ma’ruf Amin mengatakan, “Penempatannya di mana? Dulu kita punya Pulau Galang, nanti kita bicarakan lagi apa akan seperti itu.” Baginya, kasus Rohingya merupakan masalah kemanusiaan yang perlu ditangani bersama-sama dengan berbagai pihak yang berkepentingan, termasuk UNHCR.
Wapres menyampaikan bahwa Indonesia tidak dapat menolak kedatangan para pengungsi dan menekankan perlunya antisipasi terhadap potensi penolakan dari warga lokal dan lokasi lain yang mungkin dijadikan tempat perlindungan, karena hal ini dapat menimbulkan beban.
Di sisi lain, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD memiliki pandangan berbeda dengan Wapres RI. Mahfud menyatakan bahwa Pulau Galang tidak akan digunakan sebagai lokasi penampungan untuk pengungsi Rohingya. Ia menyarankan agar warga Rohingya tidak ditempatkan di wilayah tersebut, tanpa menjelaskan alasan tertentu.
“Ndak (pengungsi Rohingya di Pulau Galang), justru jangan sampai seperti Pulau Galang,” tegas Mahfud MD.
Menko Polhukam juga telah meminta Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian untuk berkoordinasi dengan pemerintah Provinsi Aceh, Sumatera Utara, dan Riau dalam membahas lokasi penampungan.
“Hingga Senin (4/12/2023), berdasarkan data Kemenkopolhukam, jumlah pengungsi Rohingya di Indonesia sudah mencapai 1.487 orang.”
Sumber: tirto.id